Pahlawan Nasional

Prabowo Ungkap Alasan Soeharto Layak Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Prabowo Ungkap Alasan Soeharto Layak Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Prabowo Ungkap Alasan Soeharto Layak Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan alasan di balik keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sejumlah tokoh, termasuk Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Menurut Prasetyo, langkah ini merupakan bentuk penghormatan negara terhadap jasa besar para pendahulu bangsa yang telah berkontribusi bagi Indonesia.

“Itu kan bagian dari bagaimana kita menghormati para pendahulu, terutama para pemimpin kita, yang apa pun sudah pasti memiliki jasa yang luar biasa terhadap bangsa dan negara,” kata Prasetyo di kediaman Kertanegara, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Penganugerahan gelar ini, lanjutnya, menjadi momentum penting untuk mengingat kembali peran tokoh-tokoh bangsa dalam perjalanan sejarah Indonesia. Pemerintah menilai, jasa mereka tetap relevan untuk dijadikan teladan bagi generasi penerus.

Soeharto Masuk Daftar Penerima Gelar Pahlawan Nasional

Dalam keterangannya, Prasetyo Hadi membenarkan bahwa nama Soeharto termasuk dalam daftar penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2025. Meski begitu, ia belum mengungkap sembilan nama lain yang akan turut mendapatkan penghargaan serupa.

“Ya, masuk, masuk (Soeharto),” ujarnya singkat saat dikonfirmasi mengenai nama mantan Presiden ke-2 RI itu.

Prasetyo menambahkan bahwa pengumuman resmi daftar penerima gelar akan disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo pada Senin, 10 November 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan. “Besok, Insya Allah akan diumumkan. Iya (oleh Presiden Prabowo langsung). Kurang lebih sepuluh nama,” kata dia.

Kabar ini menjadi sorotan publik, mengingat Soeharto merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah politik Indonesia. Ia memimpin negeri ini selama 32 tahun di era Orde Baru, dengan warisan pembangunan ekonomi yang diakui, namun juga catatan pelanggaran hak asasi manusia yang kerap menjadi perdebatan.

Proses Kajian dan Usulan Dewan Gelar Tanda Kehormatan

Sebelum keputusan final ditetapkan, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) diketahui telah mengkaji 49 nama calon penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2025. Dari jumlah tersebut, sepuluh nama dipilih untuk menerima penghargaan tertinggi dari negara.

Usulan nama-nama calon pahlawan berasal dari berbagai pihak, mulai dari tingkat kabupaten dan kota hingga lembaga pusat. Di antara nama-nama yang mencuri perhatian publik, selain Soeharto, terdapat Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, serta aktivis buruh Marsinah.

Proses seleksi dilakukan secara ketat dengan mempertimbangkan rekam jejak, jasa, dan kontribusi para calon terhadap bangsa dan negara. Penilaian mencakup aspek kepemimpinan, perjuangan, dan keteladanan yang dianggap pantas untuk dikenang sepanjang masa.

Pro dan Kontra Pengusulan Soeharto

Meski pemerintah menilai pemberian gelar ini sebagai bentuk penghormatan, keputusan untuk memasukkan nama Soeharto dalam daftar calon Pahlawan Nasional menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Sejumlah aktivis, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil menilai langkah tersebut tidak sejalan dengan semangat reformasi.

Sebanyak 500 aktivis dan akademisi bahkan secara terbuka menyatakan penolakan terhadap rencana pemberian gelar itu. Mereka berpendapat bahwa masa kepemimpinan Soeharto diwarnai oleh pelanggaran HAM, pembatasan kebebasan sipil, dan praktik korupsi yang belum pernah diusut tuntas.

Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI Perjuangan, Bonnie Triyana, turut menyuarakan penolakan serupa. Ia menilai, pemberian gelar kepada Soeharto dapat mengaburkan sejarah dan melukai ingatan kolektif bangsa terhadap perjuangan reformasi 1998.

Namun, di sisi lain, dukungan terhadap langkah pemerintah juga muncul dari kalangan yang menilai Soeharto memiliki jasa besar dalam menata perekonomian nasional dan menjaga stabilitas politik selama masa pemerintahannya.

Dukungan dari Organisasi Keagamaan dan Tokoh Masyarakat

Beberapa organisasi keagamaan besar menyampaikan dukungannya atas keputusan pemerintah untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Di antaranya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai Soeharto memiliki peran signifikan dalam memperkuat nilai-nilai keagamaan di Indonesia serta memperluas pembangunan ekonomi di berbagai wilayah.

Menurut mereka, pengabdian Soeharto terhadap bangsa tidak dapat dihapus begitu saja dari sejarah. Meski terdapat kontroversi, jasa-jasa besar yang ia berikan bagi kemajuan negara tetap patut diapresiasi.

Bagi kalangan pendukung, penghargaan ini merupakan bentuk rekonsiliasi sejarah dan pengakuan terhadap kontribusi para pemimpin bangsa, tanpa menafikan kekurangan yang pernah ada. Langkah ini juga dianggap sebagai cara untuk menyatukan pandangan sejarah nasional agar tidak terjebak pada polarisasi masa lalu.

Refleksi dan Makna Pemberian Gelar

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto menjadi cerminan kompleksitas dalam membaca perjalanan bangsa Indonesia. Bagi sebagian pihak, keputusan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap tokoh besar yang telah memimpin negara di masa sulit. Namun bagi sebagian lainnya, keputusan ini menjadi pengingat bahwa luka masa lalu masih memerlukan ruang penyembuhan dan keadilan.

Presiden Prabowo melalui kebijakannya tampaknya ingin mengedepankan semangat penghormatan kepada seluruh tokoh bangsa, tanpa memandang perdebatan sejarah yang masih terjadi. Langkah tersebut diharapkan dapat menjadi titik temu antara masa lalu dan masa kini dalam membangun bangsa yang menghargai jasa para pemimpinnya.

Dengan diumumkannya gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan, pemerintah ingin menegaskan bahwa nilai perjuangan dan pengabdian tetap menjadi dasar utama dalam menilai keteladanan seorang tokoh. Terlepas dari perdebatan yang ada, keputusan ini kembali membuka ruang diskusi publik mengenai bagaimana bangsa Indonesia seharusnya memahami sejarahnya secara utuh dan berimbang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index