JAKARTA - Isu tentang redenominasi rupiah kembali menjadi sorotan setelah muncul wacana perubahan nominal mata uang, dari Rp1.000 menjadi Rp1.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa rencana tersebut sejatinya merupakan kebijakan Bank Indonesia (BI) dan belum akan diterapkan dalam waktu dekat.
“Ini adalah kebijakan bank sentral. Pelaksanaannya akan disesuaikan kebutuhan, tapi tidak sekarang dan tidak tahun depan,” jelas Purbaya.
Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa Kementerian Keuangan tidak memiliki kewenangan langsung dalam implementasi redenominasi rupiah.
Menurut Purbaya, seluruh proses dan keputusan terkait redenominasi sepenuhnya berada di tangan BI sebagai otoritas moneter. “Pokoknya, itu kebijakan bank sentral, bukan Kementerian Keuangan,” tambahnya. Ia bahkan menambahkan dengan nada bercanda, “Jadi, jangan gue yang digebukin terus,” merujuk pada respons publik terhadap wacana ini.
Redenominasi Rupiah Masuk Rencana Strategis Kemenkeu
Wacana redenominasi rupiah muncul bersamaan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029. Dalam beleid tersebut, Menteri Keuangan menargetkan pembentukan RUU Redenominasi Rupiah selesai pada 2027.
“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027,” bunyi PMK yang diundangkan pada 3 November 2025 itu. Saat ini, rancangan undang-undang tersebut juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029 sebagai inisiatif pemerintah berdasarkan usulan Bank Indonesia.
Redenominasi rupiah sendiri adalah penyederhanaan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli dan nilai uang terhadap harga barang maupun jasa. Dengan redenominasi, jumlah nol di nominal uang akan dikurangi, sehingga Rp1.000 akan menjadi Rp1, namun tetap setara nilainya. Hal ini diharapkan dapat menyederhanakan transaksi dan memudahkan perhitungan ekonomi sehari-hari.
Fokus Bank Indonesia dalam Penetapan Waktu
Purbaya menekankan bahwa waktu penerapan redenominasi sepenuhnya berada di tangan BI. Ia memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan diberlakukan secara mendadak dan akan disesuaikan dengan kondisi ekonomi nasional. Menurutnya, redenominasi harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan kekhawatiran atau gejolak di masyarakat.
“Bank Indonesia akan menetapkan waktu yang tepat dan memastikan proses ini berjalan lancar. Kemenkeu hanya menyiapkan regulasi pendukung, tetapi keputusan operasional tetap di BI,” kata Purbaya. Pernyataan ini menepis spekulasi bahwa Kementerian Keuangan akan langsung memimpin pelaksanaan redenominasi rupiah.
Tujuan Redenominasi dan Dampak Ekonomi
Redenominasi rupiah memiliki beberapa tujuan strategis. Pertama, menyederhanakan jumlah digit uang agar lebih praktis dalam transaksi sehari-hari, termasuk pembayaran tunai dan non-tunai. Kedua, mempermudah perhitungan harga, akuntansi, dan laporan keuangan di tingkat usaha maupun pemerintahan. Ketiga, menyelaraskan nominal rupiah dengan mata uang negara lain yang nilainya relatif lebih tinggi.
Purbaya menegaskan bahwa meskipun nominal uang berubah, daya beli masyarakat tetap terjaga. “Redenominasi bukan devaluasi. Nilai riil uang tidak berubah, tetap setara dengan harga barang dan jasa,” tegasnya. Hal ini penting untuk mencegah kekhawatiran publik tentang inflasi atau penurunan daya beli akibat perubahan nominal rupiah.
Rencana Kemenkeu Mendukung Proses
Meskipun bukan pihak yang langsung menjalankan redenominasi, Kementerian Keuangan tetap mempersiapkan regulasi pendukung melalui RUU Redenominasi Rupiah. Tujuannya agar transisi bisa dilakukan dengan aman dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. PMK Nomor 70 Tahun 2025 juga memuat target penyelesaian RUU ini pada tahun 2027, memberi ruang waktu bagi pemerintah dan BI menyiapkan sosialisasi publik.
Purbaya menekankan pentingnya komunikasi yang jelas kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. “Masyarakat perlu memahami bahwa ini penyederhanaan angka, bukan pengurangan nilai uang. Edukasi publik menjadi kunci agar transisi berjalan lancar,” ujarnya.
Redenominasi dalam Perspektif Jangka Panjang
Sejatinya, redenominasi rupiah telah menjadi wacana lama sejak beberapa tahun terakhir, namun selalu ditunda untuk memastikan kesiapan infrastruktur, regulasi, dan kesiapan masyarakat. Purbaya mengingatkan bahwa pelaksanaannya baru akan dilakukan saat semua faktor tersebut siap.
Selain itu, redenominasi diharapkan mendukung modernisasi sistem pembayaran, termasuk transaksi digital. Dengan nominal uang yang lebih sederhana, penggunaan uang elektronik, transfer digital, dan pembayaran non-tunai bisa lebih efisien. Hal ini sejalan dengan dorongan pemerintah dan BI untuk memperluas inklusi keuangan di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan penguatan regulasi dan sosialisasi yang matang, redenominasi rupiah diharapkan dapat mempermudah masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah dalam melakukan transaksi ekonomi sehari-hari, tanpa menimbulkan gangguan terhadap stabilitas moneter.