Hari Ini, Prabowo Resmikan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional Indonesia

Senin, 10 November 2025 | 08:02:43 WIB
Hari Ini, Prabowo Resmikan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional Indonesia

JAKARTA - Hari ini menjadi momen bersejarah sekaligus penuh perdebatan bagi bangsa Indonesia. Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan mengumumkan dan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, bersama sembilan tokoh lainnya, Senin, 10 November 2025.

Keputusan pemerintah ini menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintahan hingga aktivis hak asasi manusia.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memastikan bahwa nama Soeharto termasuk dalam daftar penerima gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Menurutnya, penganugerahan tersebut merupakan bentuk penghormatan negara terhadap para tokoh yang dinilai memiliki kontribusi besar bagi bangsa dan negara.

“Besok (hari ini), Insya Allah akan diumumkan. Kurang lebih sepuluh nama. Iya, (Presiden Soeharto) masuk,” ujar Prasetyo Hadi di kediaman Kertanegara, Jakarta Selatan. Ia menegaskan bahwa seluruh penerima gelar memiliki jasa luar biasa dalam membangun Indonesia. “(Kesepuluh tokoh tersebut) sudah pasti memiliki jasa yang luar biasa terhadap bangsa dan negara,” tambahnya.

Pemerintah Sebut Penghormatan atas Jasa Besar Tokoh Bangsa

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto oleh Presiden Prabowo dinilai sebagai upaya untuk mengakui kontribusi besar mantan presiden dalam sejarah pembangunan Indonesia. Pemerintah menilai, selama masa kepemimpinannya, Soeharto telah membawa berbagai perubahan besar dalam bidang ekonomi, infrastruktur, serta stabilitas politik di masa awal Orde Baru.

Meski begitu, keputusan ini tidak lepas dari kontroversi. Di satu sisi, para pendukung Soeharto menganggap langkah tersebut sebagai bentuk rekonsiliasi sejarah yang mengakui jasa besar Soeharto terhadap kemajuan bangsa. Namun di sisi lain, sejumlah pihak menilai keputusan itu justru melukai semangat reformasi yang lahir setelah jatuhnya rezim Orde Baru pada 1998.

Bagi sebagian pihak di pemerintahan, penghargaan ini tidak dimaksudkan untuk melupakan sisi kelam sejarah, melainkan mengingatkan masyarakat bahwa perjalanan bangsa selalu dipenuhi dinamika, di mana setiap tokoh memiliki peran dan kontribusinya masing-masing.

Aktivis Nilai Keputusan Pemerintah Langgar Semangat Reformasi

Keputusan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto memunculkan gelombang penolakan dari sejumlah aktivis dan lembaga masyarakat sipil. Fadhil, perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, menilai langkah pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo merupakan bentuk kemunduran dalam menegakkan nilai-nilai reformasi.

“Pemberian gelar pahlawan ini adalah bukti konkret bahwa rezim yang dipimpin Prabowo Subianto saat ini telah melenceng jauh dari mandat dan tuntutan reformasi,” kata Fadhil saat dihubungi terpisah. Ia menyoroti bahwa mandat reformasi mengamanatkan penyelesaian dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di masa pemerintahan Soeharto.

Penolakan juga datang dari Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, yang menilai keputusan tersebut sebagai “skandal politik.” Menurut Usman, langkah pemerintah menabrak prinsip hukum dan sejarah yang telah diatur melalui ketetapan reformasi.

“Keputusan itu jelas merupakan skandal politik. Pertama, menabrak batas-batas yuridis, khususnya TAP MPR No. XI/MPR/1998. TAP MPR produk reformasi itu sekarang menjadi sampah,” ujarnya dengan tegas. Usman menilai, pemberian gelar ini berpotensi menormalisasi kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi selama pemerintahan Orde Baru.

Penolakan dari Aktivis Reformasi 1998

Penentangan juga datang dari kalangan aktivis reformasi yang dahulu terlibat langsung dalam gerakan menumbangkan rezim Orde Baru. Salah satunya, Adian Napitupulu, menegaskan bahwa pemberian gelar tersebut tidak sejalan dengan nilai-nilai kepahlawanan. Menurutnya, keteladanan adalah unsur utama dari seorang pahlawan, sedangkan kepemimpinan Soeharto dinilai justru mencederai prinsip-prinsip tersebut.

“Gelar itu kan karena ada hal-hal yang memang menjadi keteladanan, kemudian ada banyak alat ukur ya segala macam. Nah, Soeharto apa ya?” ujar Adian dengan nada mempertanyakan.

Adian menilai tidak ada keteladanan yang bisa diwariskan dari kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun. Menurutnya, pemerintahan Orde Baru diwarnai oleh kebijakan otoriter yang mengekang kebebasan berpendapat, serta pelanggaran hak asasi manusia yang hingga kini belum sepenuhnya dituntaskan.

Gelar Pahlawan dan Perdebatan Nilai Kepahlawanan

Polemik mengenai gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia masih bergulat dengan tafsir sejarah dan nilai kepahlawanan. Di satu sisi, Soeharto diakui memiliki kontribusi besar dalam menjaga stabilitas dan membangun ekonomi Indonesia. Namun di sisi lain, warisan pelanggaran HAM, represi politik, dan pembungkaman kebebasan sipil pada masa Orde Baru tidak bisa dihapus begitu saja dari ingatan sejarah bangsa.

Keputusan Presiden Prabowo untuk menganugerahkan gelar ini menimbulkan perdebatan baru tentang bagaimana bangsa ini memandang masa lalunya. Apakah kepahlawanan hanya diukur dari kontribusi dalam pembangunan, atau juga dari integritas moral dan tanggung jawab terhadap kemanusiaan.

Upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional tersebut akan menjadi simbol penting, tidak hanya dalam mengenang jasa tokoh-tokoh bangsa, tetapi juga sebagai pengingat bahwa sejarah Indonesia harus dibaca secara utuh — dengan segala keberhasilan dan luka-luka yang menyertainya.

Terkini